Pusat Riset Keamanan Sistem Komunikasi dan Informasi Siber Indonesia (CISSReC) mengeluarkan prediksi mengejutkan, yakni kerugian global akibat serangan siber yang mencapai $84.000 triliun pada tahun 2021.

Menurut ketua CISSReC Pratama Persadha, Indonesia juga berpotensi
menderita kerugian besar akibat serangan siber yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Perusahaan besar sekaliber Microsoft saja mengalami kerugian hingga Rp 500 triliun dari serangan siber di tahun 2018 ini. Sehingga Indonesia yang dinilai belum matang dari segi regulasi, undang-undang, personel dan teknologi, perlu juga meningkatkan keamanan siber.
Pada 2018, kerugian serangan siber global mencapai Rs 8.100 triliun.
Pada tahun 2021 nilai kerugian diperkirakan mencapai Rp8.400 triliun.
Peningkatan digitalisasi, peningkatan potensi serangan dunia maya
Selain itu, Pratama Persadha mengatakan potensi serangan siber akan meningkat, apalagi melihat digitalisasi yang semakin meningkat di Indonesia.
Semakin banyak perusahaan go digital, semakin besar kemungkinan serangan cyber akan meningkat. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia harus lebih memperhatikan masalah keamanan siber ini. Selain itu, pemerintah Indonesia sendiri telah menunjukkan dukungan terhadap digitalisasi perusahaan dengan roadmap “Making Indonesia 4.0”.
Target infrastruktur penting untuk serangan dunia maya
Pratama Persadha menambahkan bahwa serangan siber menjadi beragam selama tahun 2020. Namun, yang paling merusak adalah serangan ransomware yang menargetkan infrastruktur penting, industri, dan lembaga pemerintah.
Infrastruktur penting seperti sektor kesehatan dan farmasi tentu berisiko
jika menjadi sasaran serangan siber. Bidang kesehatan menyimpan data-data vital seperti data pasien, data penelitian, data konsumsi vaksin, dll.
Menurutnya, ada juga pelaku serangan siber yang didukung oleh negara lain dan multinasional di era perang data saat ini. Dia menambahkan bahwa negara harus waspada terhadap serangan siber yang menargetkan entitas pemerintah dan swasta yang mengumpulkan banyak data publik.
Industri yang perlu mendigitalkan dengan cepat takut mengabaikan masalah keamanan, membuat mereka berisiko tinggi gagal menahan serangan dunia maya.
Sektor perbankan yang semakin terdigitalisasi juga menjadi sasaran serangan siber. Selain itu, sektor perbankan memperdagangkan uang publik dan juga mengumpulkan data nasabah dalam jumlah besar.
Oleh karena itu, perbankan dan fintech harus mengantisipasi hal tersebut dengan meningkatkan kualitas keamanan siber. Hal ini tidak hanya dapat dilakukan oleh negara atau sektor swasta, tetapi kerjasama antara negara dan sektor swasta untuk meningkatkan keamanan siber di dalam negeri akan menjadi fondasi yang kuat.
Kehadiran negara dalam upaya peningkatan keamanan siber dapat dilakukan melalui pengesahan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) dan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (PPS).
Lihat Juga :
https://merkbagus.id/
https://www.gurupendidikan.co.id/
https://www.dosenpendidikan.co.id/
https://teknosentrik.com/
https://daftarpaket.co.id/
https://memphisthemusical.com/
https://www.dulurtekno.co.id/
https://www.i4startup.id/
https://dolanyok.com/
https://4winmobile.com/